Halaman

Rabu, 20 Juli 2005

PP Nomor 31 Tahun 2005 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerlntah Nomor 40 Tahun 1994 Tentang Rumah Negara

 PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA  
PERATURAN PEMERlNTAH REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR 31 TAHUN 2005 

TENTANG 

PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERlNTAH 
NOMOR 40 TAHUN 1994 TENTANG RUMAH NEGARA  

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA  

RESIDEN REPUBLIK INDONESIA,  

Menimbanga : a. bahwa ketentuan mengenai pengadaan, penghunian, 
pengelolaan,pengalihan status dan pengalihan hak rumah yang dikuasai 
Negara yang diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 
1994 tentang Rumah Negara sebagai pelaksanaan Undang-Undang 
Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman sudah tidak 
sesuai lagi dengan perkembangan saat ini;  

b.  bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut perlu mengubah Peraturan 
Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994 tentang Rumah Negara. 

Mengingat  :  1.  Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 
Tahun 1945;  

2.  Undang-Undang Nomor 72 Tahun 1957 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 19 Tahun 1955 tentang Penjualan Rumah-rumah Negeri kepada Pegawai Negeri sebagai Undang-Undang 
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1957 Nomor 158, 
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 870 );  

3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan 
Permukiman ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 
Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 
3469 ). 

MEMUTUSKAN:  

Menetapkan  :  PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN 
PEMERINTAH NOMOR 40 TAHUN 1994 TENTANG RUMAH NEGARA.  

Pasal I 
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994 
tentang Rumah Negara ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 
Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 3573) 
diubah sebagai berikut:  
1.  Di antara ayat (2) dan ayat (3), ayat (3) dan ayat (4) disisipkan 2 ayat 
yakni ayat (2a) dan ayat (3a) sehingga berbunyi sebagai berikut :  
Pasal 12  
(1)  Untuk menentukan golongan rumah negara dilakukan penetapan 
status rumah negara sebagai Rumah Negara Golongan I, Rumah 
Negara Golongan II, dan Rumah Negara Golongan III;  

(2) 

Penetapan status Rumah Negara Golongan I dan Rumah Negara 
Golongan II sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh 
pimpinan instansi yang bersangkutan;  

(2a) 

Setiap pimpinan instansi wajib menetapkan status rumah negara yang 
berada dibawah kewenangannya menjadi Rumah Negara Golongan I 
atau Rumah Negara Golongan II;  

(3) 

Penetapan status Rumah Negara Golongan III sebagaimana 
dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Menteri;  

(3a) 

Rumah negara yang mempunyai fungsi seeara langsung melayani 
atau terletak dalam lingkungan suatu kantor instansi, rumah sakit, 
sekolah, perguruan tinggi, pelabuhan udara, pelabuhan laut dan 
laboratorium/balai penelitian ditetapkan menjadi Rumah Negara 
Golongan I 

(4) 

Tata cara penetapan status sebagaimana dimaksud dalam ayat (I) 
diatur dengan Peraturan Presiden.  
2.  Ketentuan Pasal 15 ayat (3) diubah dan diantara ayat (3) dan ayat (4), 
ayat (4) dan ayat (5) Pasal 15 disisipkan 2 ayat yakni ayat (3a) dan ayat 
(4a) sehingga Pasal 15 berbunyi sebagai berikut:  
                                                    Pasal 15 
(1)  Rumah negara yang dapat dialihkan statusnya hanya Rumah Negara 
Golongan II menjadi Rumah Negara Golongan III.  

(2)  Rumah Negara Golongan II dapat ditetapkan statusnya menjadi 
Rumah Negara Golongan I untuk memenuhi kebutuhan Rumah 
Jabatan  

(3)  Rumah Negara Golongan II yang berfungsi sebagai mess/asrama sipil 
dan ABRI tidak dapat dialihkan statusnya menjadi Rumah Negara 
Golongan III.  

(3a) Rumah Negara Golongan I yang golongannya tidak scsuai lagi karena 
adanya perubahan organisasi atau sudah tidak memenuhi fungsi yang 
ditetapkan semula, dapat diubah status golongannya menjadi Rumah 
Negara Golongan II setelah mendapat pertimbangan Menteri;  

(4)  Rumah Negara Golongan II yang akan dialihkan statusnya menjadi 
Rumah Negara Golongan III sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) 
yang berdiri di atas tanah pihak lain, hanya dapat dialihkan status 
golongannya dari golongan II menjadi golongan III setelah mendapat 
izin dari pemegang hak atas tanah;  

(4a) Pengalihan status rumah negara yang berbentuk rumah susun dari 
golongan II menjadi golongan III dilakukan untuk satu blok rumah 
susun yang status tanahnya sudah ditetapkan sesuai ketentuan yang 
berlaku;  

(5)  Ketentuan lebih lanjut mengenai pengalihan status sebagaimana 
dimaksud dalam ayat (1), (2), (3), (3a), (4), dan (4a) diatur dengan 
Peraturan Presiden.  
3.  Di antara ayat (4) dan ayat (5) Pasal 16 disisipkan 1 (satu) ayat yakni 
ayat (4a) sehingga Pasal 16 berbunyi sebagai berikut:  
Pasal 16  
(1)  Rumah negara yang dapat dialihkan haknya adalah Rumah Negara 
Golongan III.  

(2)  Rumah Negara Golongan III sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) 
beserta atau tidak beserta tanahnya hanya dapat dialihkan haknya 
kepada penghuni atas permohonan penghuni.  

(3)  Rumah Negara Golongan III sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) 
yang berada dalam sengketa tidak dapat dialihkan haknya.  
(4)  Suami dan isteri yang masing-masing mendapat izin untuk menghuni 
rumah negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2), 
pengalihan hak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat 
diberikan kepada salah satu dari suami dan isteri yang bersangkutan. 

(4a) Pegawai negeri dan/atau pejabat negara yang telah memperoleh 
rumah dan/atau tanah dari negara, tidak dapat lagi mengajukan 
permohonan pengalihan hak atas rumah negara;  

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengalihan hak rumah negara 
tersebut pad a ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.  
4.  Ketentuan Pasal 17 ayat (1) angka 1 huruf c, angka 2 huruf c, angka 3 
huruf c, angka 4 huruf c, angka 5 huruf c diubah dan setelah ayat (2) 
ditambahkan 1 (satu) ayat yakni ayat (3) sehingga Pasal 17 berbunyi 
sebagai berikut:  
                                                     Pasal 17 
(1) Penghuni Rumah Negara Golongan III yang dapat mengajukan 
permohonan pengalihan hak harus memenuhi syarat-syarat sebagai 
berikut :  

1.  Pegawai Negeri :  
a. mempunyai masa kerja sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) 
tahun;  
b.  memiliki Surat Izin Penghunian yang sah;  
c. belum pernah membeli atau memperoleh fasilitas rumah 
dan/atau tanah dari Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku 

2.  Pensiunan pegawai negeri :  
a.  menerima pensiun dari Negara  
b.  memiliki Surat Izin Penghunian yang sah  
c. belum pemah membeli atau memperoleh fasilitas rumah 
dan/atau tanah clari Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 

3.  Janda/duda pegawai negeri :  
a.  masih berhak menerima tunjangan pensiun dari Negara, yang : 
1. almarhum suaminya/isterinya sekurang-kurangnya 
mempunyai masa kerja 10 (sepuluh) tahun pada Negara, 
atau  

2.  masa kerja almarhum suaminya/isterinya ditambah dengan 
jangka waktu sejak yang bersangkutan menjadi janda/duda 
berjumlah sekurang-kurangnya10 (sepuluh) tahun 

b.  memiliki Surat Izin Penghunian yang sah;  

c.  belum pemah membeli atau memperoleh fasilitas rumah 
dan/atau tanah dari Negara berdasarkan peraturan 
perundang-undangan yang berlaku. 

4.  Janda/duda pahlawan, yang suaminya/isterinya dinyatakan sebagai 
pahlawan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang 
berlaku :  
a.  masih berhak menerima tunjangan pensiun dari Negara;  
b.  memiliki Surat Izin Penghunian yang sah;  
c.  belum pernah membeli atau memperoleh fasilitas rumah 
dan/atau tanah dari Negara berdasarkan peraturan 
perundang-undangan yang berlaku. 

5.  Pejabat negara, janda/duda pejabat negara :  
a.  masih berhak menerima tunjangan pensiun dari Negara;  
b.  memiliki Surat Izin Penghunian yang sah;  
c.  belum pernah membeli atau memperoleh fasilitas rurnah 
dan/atau tanah dari Negara berdasarkan peraturan 
perundang-undangan yang berlaku.  

(2)  Apabila penghuni rumah negara sebagaimana dimaksud dalam ayat 
(1) meninggal dunia, maka pengajuan permohonan pengalihan hak 
atas rumah negara dapat diajukan oleh anak sah dari penghuni yang 
bersangkutan; 
  
(3)  Apabila pegawai/penghuni yang bersangkutan sebagaimana dimaksud 
dalam ayat (2) meninggal dan tidak mempunyai anak sah, maka 
rumah negara kembali ke Negara.  
Ketentuan Pasal 19 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :  
                                      Pasal 19 
(1)  Penghuni dalam yang dalam proses sewa bell sebagaimana dimaksud 
dalamPasal 18 disebabkan dari kewajiban pembayaran sewa beli 
rumah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a;  
(2) Penghunian atas rumah negara yang dalam proses sewa beli 
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diserahkan sebagian 
atau seluruhnya kepada pihak lain oleh penghuni setelah mendapat 
izin Menteri  
                                             Pasal 20 
Ketentuan Pasal 20 ayat (3) diubah dan ditambah 1 (satu) ayat, yakni ayat 
(3a) sehingga Pasal 20 berbunyi sebagai berikut :  
(1)  Taksiran harga Rumah Negara Golongan III berpedoman pada nilai 
biaya yang digunakan untuk membangun rumah yang bersangkutan 
pada waktu penaksiran dikurangi penyusutan menurut umur 
bangunan.  

(2)  Penetapan taksiran harga tanah berpedoman pada Nilai Jual Obyek 
Pajak pada waktu penaksiran.  

(3) Harga Rumah Negara Golongan III beserta atau tidak beserta 
tanahnya dan rumah susun beserta tanahnya ditetapkan oleh Menteri 
berdasarkan harga taksiran dan penilaian yang dilakukan oleh panitia 
yang dibentuk Menteri.  

(3a) Penetapan harga rumah negara yang berbentuk rumah susun dan 
ganti rugi atas tanahnya ditetapkan berpedoman pada Nilai 
Perbandingan Proporsional ( NPP ) terhadap harga taksiran tanah dan 
bangunan;  
                                      Pasal 21 
Ket.entuan Pasal 21 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :  
(1) Harga Rumah Negara Golongan III sebagaimana dimaksud dalam 
Pasal 20 ayat (3) ditetapkan sebesar 50 % ( limapuluh perseratus ) 
dari harga taksiran dan penilaian yang dilakukan oleh panitia 
berdasarkan standar tipe dan kelas bangunan serta pangkat dan 
golongan pegawai negeri;  

(2)  Harga Rumah Negara Golongan III yang tidak sesuai dengan standar 
tipe dan kelas bangunan, pangkat dan golongan pegawai negeri diatur 
lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.  

                                             


                                                Pasal II 
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.  
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan 
Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik 
Indonesia.  
  
Ditetapkan di Jakarta 
pada tanggal 20 Juli 2005 
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,  
                   ttd 
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO 

Diundangkan di Jakarta 
Pada tanggaI 20 Juli 2005 
MENTERI SEKRETARIS NEGARA 
                Selaku 

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI 
MANUSIA 

                    AD INTERIM, 
                              ttd 
              YUSRIL IHZA MAHENDRA  
  

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2005 NOMOR 64  

Salinan sesuai dengan aslinya 
SEKRETARIAT NEGARA RI 
Kepala Biro Tata Usaha,  

    Sugiri, SH  

PENJELASAN 
ATAS 
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR 31 TAHUN 2005 

TENTANG 

PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH 
NOMOR 40 TAHUN 1994 TENTANG RUMAH NEGARA 

I. UMUM  
Peraturan Pemerintah Nomor 40  Tahun 1994 tentang Rumah Negara 
mengatur mengenai pengadaan, penghunian, pengelolaan dan pengalihan 
status dan hak atas rumah negara sebagai pelaksanaan dari Undang-Undang 
Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman.  
Dalam Peraturan Pemerintah tersebut diatur mengenai pemberian fasilitas 
berupa rumah bagi pegawai negeri dan  pejabat negara selama yang 
bersangkutan masih berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat pemerintah 
atau pejabat negara.  
Pengelolaan, pengalihan status dan hak atas rumah yang dikuasai oleh 
negara berdasarkan peraturan  pemerintah tersebut ternyata belum berjalan 
sebagaimana mestinya, beberapa permasalahan masih muncul antara 
penghuni dan instansi diakibatkan belum lengkapnya aturan pengelolaannya, 
sehubungan dengan hal tersebut perlu dilakukan penyempurnaan atas 
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994.  
Dalam melaksanakan kesinambungan  pemenuhan kebutuhan rumah negara 
terhadap pegawai negeri maka pelaksanaan atas Undang-Undang Nomor 72 
Tahun 1957 tentang Penjualan Rumah  Negeri kepada pegawai negeri harus 
memperhatikan statistik rumah negara yang ada pada departemen / lembaga.  
Sehubungan dengan hal tersebut penjualan rumah negara harus dilakukan 
secara selektif dan hasil penjualan rumah negara digunakan untuk 
membangun kembali rumah baru bagi pegawai negeri.  




II.  PASAL DEMI PASAL  
Pasal I 
    Angka 1. 
    Pasal 12 
         Ayat (1) 
                  Cukup Jelas. 
         Ayat (2) 
Yang dimaksud dengan pimpinan instansi yang.bersangkutan adalah Menteri, 
Ketua Lembaga Tertinggi dan Tinggi Negara, Ketua Lembaga Departemen / 
Non Departemen yang setingkat dengan Menteri. 
         Ayat (2a) 
                  Cukup Jelas. 
         Ayat (3) 
                  Cukup Jelas. 
         Ayat (3a) 
Rumah negara yang mempunyai fungsi  secara langsung melayani atau 
terletak dalam lingkungan suatu kantor instansi, rumah sakit, sekolah, 
perguruan tinggi, pelabuhan udara, pelabuhan laut, dan laboratorium/balai 
penelitian yang sudah ditetapkan menjadi golongan II sebelum adanya 
Peraturan Pemerintah ini harus ditetapkan menjadi Rumah Negara Golongan 
I. 
         Ayat (4) 
                  Cukup Jelas.  
    Angka 2 
    Pasal 15 
        Ayat (1) 
                Cukup Jelas 
        Ayat (2) 
                Cukup Jelas. 
        Ayat (3) 
                Cukup Jelas 
        Ayat (3a)  
a.  Yang dimaksud perubahan organisasi penggabungan atau 
perubahan instansi/departemen.  
b.  Yang dimaksud sudah tidak memenuhi fungsi semula adalah 
rumah jabatan yang tidak lagi menunjang pelaksanaan tugas 
jabatan seperti rumah jabatan struktural, penjaga pintu kereta api; 
piintu air, sekolah, puskesmas, dan balai yang tidak berfungsi lagi. 
c.  Yang dimaksud Rumah Negara Golongan II, termasuk yang 
berfungsi sebagai mess/asrama.  
 Ayat (4) 

                Izin dan pemegang hak atas tanah tidak otomatis merupakan   
               persetujuan pelepasan hak atas tanah tersebut. 
         
  Ayat (4a)  

Pengalihan status rumah negara dalam bentuk rumah susun harus 
dilakukan sekaligus dalam satu blok, hal ini dimaksudkan agar 
mempermudah dalam menghitung nilai perbandingan proporsional yang 
akan menjadi dasar pertimbangan dalam menentukan besamya nilai sewa 
beli yang harus dibayar 

Yang dimaksud dengan status tanahnya sudah ditetapkan adalah :  
a.  Status hak atas tanahnya sudah ditetapkan sesuai ketentuan 
perundang-undangan, seperti sertifikat hak pakai;  
b.  Dalam hal tanah tersebut belum bersertifikat, maka harus dibuat surat 
pemyataan kepemilikan  tanah yang ditetapkan oleh instansi dan 
tercatat dalam inventarisasi barang milik negara.  
         
         Ayat (5) 
                Cukup Jelas.  
           Angka 3 

    Pasal 16 
        Ayat (1) 
                Cukup Jelas. 
        Ayat (2) 
Yang dimaksud dengan pengalihan hak atas rumah tanpa tanah adalah 
rumah milik instansi yang bersangkutan  sedangkan tanah milik pihak ketiga 
dalam hal ini, pengalihan haknya mengacu Pasal 15 ayat (4) beserta 
penjelasannya. 
        
 Ayat (3)  
Sengketa yang dimaksud misalnya :  
c.  a. Sengketa penghunian;  
d. Sengketa mengenai batas tanah;  
e. Kesalahan administrasi dan  atau teknis pada saat pengusulan 
pengalihan hak dari instansi yang bersangkutan. 
        Ayat (4) 
                Cukup Jelas. 
        Ayat (4a) 
                Cukup Jelas. 
        Ayat (5) 
                Cukup Jelas.  
    Angka 4 
    Pasal 17 
        Ayat (1) 
        Angka I 
            Huruf a 
                Cukup Jelas. 
            Huruf b 
                Cukup Jelas. 
            Huruf c  
Yang dimaksud belum pemah membeli atau memperoleh fasilitas rumah 
dan/atau tanah dari negara adalah berdasarkan antara lain :  
1.  Undang-Undang Nomor 3 Prp Tahun 1960 jo. Peraturan Pemerintah 
Nomor 223 Tahun 1961 tentang Penguasaan Benda-benda Tetap 
Milik Perseorangan Warga Negara Belanda;  
2.  Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan 
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, 
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 
4355).  
3.  Peraturan Presidium Kabinet R.I. Nomor 2/Prk/1965tentang 
Penjualan Rumah-rumah Milik Perusahaan Negara;  
4.  Peraturan Presidium Kabinet Dwikora R.I. Nomor 5/Prk/1965 tentang 
Penegasan Status Rumah/Tanah  Kepunyaan Badan Hukum Yang 
Ditinggalkan Direksi/Pengurusnya;  
5. Peraturan perundangan lainnya  sepanjang mengenai rumah negara 
yang masih berlaku dan tidak bertentangan dengan Peraturan 
Pemerintah ini.' 
    Angka 2 
        Cukup Jelas. 
    Angka 3 
        Cukup Jelas. 
    Angka 4 
        Cukup Jelas. 
    Angka 5 
        Cukup Jelas. 
    Ayat (2) 
        Cukup Jelas. 
    Ayat (3) 
        Yang dimaksud dengan anak sah adalah dan/atau anak angkat dari hasil 
adopsi, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 

    Angka 5 
    Pasal 19 
        Cukup Jelas. 
    Angka 6 
    Pasal 20 
        Cukup Jelas. 
    Angka 7 
    Pasal 21 
        Ayat (1)  
Standar tipe dan kelas bangunan serta pangkat dan golongan 
mengikuti ketentuan yang  diatur dalam Peraturan Menteri tentang 
Pedoman Teknis Pembangunan Bangunau Gedung Negara. 
        Ayat (2) 
                Cukup Jelas.  
Pasal II  
    Cukup Jelas (1)  

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4515