Halaman

Selasa, 15 Mei 2012

Pensiunan Angkasa Pura I Diputus Lepas

Terdakwa masih menunggu putusan MA terkait surat Dirut PT Angkasa Pura I tentang pengosongan rumah dinas.



PN Jakarta Pusat bebaskan pensiunan angkasa pura. Foto: ilustrasi (Sgp)

“Yes!” ucap Rommy Leo Rinaldo sambil mengepalkan tangan, Senin (14/5), di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Rommy langsung mengekspresikan rasa gembira begitu majelis hakim rampung membacakan putusan dalam perkara pidana menempati rumah dinas tanpa hak. Rommy adalah pengacara yang mendampingi dua pensiunan PT Angkasa Pura I, Putranto Hardan dan Josendang Rum Royeniwati.

Putranto dan Josendang menjadi terdakwa karena dituding menempati rumah dinas PT Angkasa Pura I secara tanpa hak dan melawan hukum. Keduanya didakwa dengan Pasal 36 ayat (4) jo Pasal 12 ayat (1) UU No 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman.

Disidangkan secara terpisah, Putranto dan Josendang menerima vonis yang sama. Mereka divonis lepas dari segala tuntutan hukum. Dalam pertimbangan hukumnya, majelis hakim berpendapat apa yang didakwakan penuntut umum tidak lagi dipandang sebagai tindak pidana menurut UU Perumahan dan Kawasan Pemukiman, No 1 Tahun 2011.




Pasal 12
(1) Penghunian rumah oleh bukan pemilik hanya sah apabila ada persetujuan atau izin pemilik.

Pasal 36
(4) Setiap orang atau badan dengan sengaja melanggar ketentuan dalam Pasal 12 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 2 (dua) tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah).



Selain itu, majelis hakim juga mendasarkan putusannya pada Pasal 1 ayat (2) KUHP yang berbunyi bilamana ada suatu perubahan perundang-undangan, maka ketentuan yang paling menguntungkanlah yang harus diterapkan.

Usai persidangan, Rommy Leo Rinaldo mengatakan putusan terhadap Putranto dan Josendang sejalan dengan putusan lain dalam perkara sejenis. “Artinya, tidak ada terjadi disparitas dalam putusan ini karena tiga kasus yang sama sebelumnya, hakim melepaskan tiga terdakwa di putusan sela,” ujarnya.

Diakui Rommy, dalam proses persidangan, kedua kliennya memang dinyatakan memenuhi unsur-unsur pasal yang didakwakan penuntut umum. “Namun, karena ada perubahan perundang-undangan ini, maka hakim melepaskan para terdakwa dari segala tuntutan hukum dan diambil ketentuan yang paling meringankan terdakwa,” jelasnya.

Senada dengan sang pengacara, Putranto juga menyatakan sangat senang atas putusan majelis hakim. “Saya sangat senang atas putusan ini. Artinya, tidak terjadi disparitas hukuman terhadap putusan sebelumnya,” ujarnya usai persidangan.

Meskipun sudah diputus lepas, Putranto dan Josendang masih harap-harap cemas. Pasalnya, mereka masih menanti putusan Mahkamah Agung terkait gugatan tata usaha negara atas terbitnya surat Direktur Utama PT Angkasa Pura I Bambang Darwoto tentang pengosongan rumah dinas.

“Jika putusan MA mengatakan kita harus pindah, maka kita pindah. Jika tidak, ya kita akan segera beli,” kata Putranto.

Dalam kasus ini, selain Putranto dan Josendang, terdapat belasan pensiunan PT Angkasa Pura I yang sempat dan masih menyandang status terdakwa. Tiga pensiunan diantaranya juga telah diputus lepas dari segala tuntutan. Lalu, tujuh pensiunan, perkaranya dihentikan di Kepolisian. Dua pensiunan lagi masih menunggu putusan majelis hakim yang rencananya dibacakan minggu depan, Senin (21/5).

Untuk diketahui, kasus ini bermula ketika tiga tahun silam, Direktur Utama PT Angkasa Pura I Bambang Darwono mengeluarkan surat perintah pengosongan rumah dinas yang ditempati para pensiunan. Munculnya surat perintah ini sempat mengejutkan para pensiunan. Karena, sebelumnya Direktur Utama tidak mempersoalkan rumas dinas itu. Direktur Utama bahkan sempat mengirim surat kepada Menteri Negara BUMN terkait pengalihan hak kepemilikan atas rumah dinas tersebut kepada para pensiunan.

Sayangnya, sebelum ada jawaban dari surat Meneg BUMN, tiba-tiba surat perintah pengosongan tersebut keluar. Pada tahun 2010, para pensiunan dilaporkan ke Polres Jakarta Pusat karena mendiami rumah tanpa hak.

Senin, 14 Mei 2012

Dijerat UU usang, pensiunan Angkasa Pura I diselamatkan UU PKP

Sebab, UU Nomor 4/1992 sudah dihapuskan dan diganti dengan UU Nomor 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (UU PKP). Dalam ketentuan UU yang baru, bahwa menempati rumah dinas tidak bisa dipidana. "Dalam hal ini perbuatan terdakwa bukan lagi suatu tindak pidana," papar majelis hakim.

Reporter : Khresna Guntarto (khresna@gresnews.com)
Editor : Oki Baren (oki@gresnews.com)


Pensiunan karyawan PT AP I (Foto:sp-angkasapura1.or.id)

ANGIN segar berembus kepada 14 pensiunan PT Angkasa Pura (PT AP) I yang diperkarakan karena menempati rumah dinas. Soalnya, dua terdakwa dalam kasus itu divonis lepas dari segala tuntutan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Senin (14/5).

Putranto dan Jos Endang wajahnya sumringah mendengar putusan lepas dari majelis hakim yang terdiri dari Nur Ali, Agus Iskandar dan Rohmat. Perkara mereka diputuskan terpisah dan dibacakan bergantian oleh anggota majelis hakim yang sama dan hanya berbeda posisi ketua majelisnya saja.

"Perbuatan penghunian rumah dinas bukan lagi sebagai suatu perbuatan pidana," kata ketua majelis hakim Nur Ali, saat membacakan putusan akhir terhadap Putranto.

JPU mendakwa pensiunan PT AP I ini dengan Pasal 12 Ayat (1) dan Pasal 36 Ayat (4) UU Nomor 4/1992 tentang Perumahan dan Pemukiman. Majelis hakim menyatakan sepakat dengan dalil eksepsi kuasa hukum terdakwa bahwa beleid itu sudah tidak berlaku.

Sebab, UU Nomor 4/1992 sudah dihapuskan dan diganti dengan UU Nomor 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (UU PKP). Dalam ketentuan UU yang baru, bahwa menempati rumah dinas tidak bisa dipidana.

"Berdasarkan Pasal 1 Ayat (1) KUHP aturan yang paling meringankan terdakwa harus diterapkan. Dalam hal ini perbuatan terdakwa bukan lagi suatu tindak pidana," papar majelis hakim.

Dengan demikian, berdasarkan musyawarah majelis, Putranto dinyatakan lepas dari segala tuntutan. "Perbuatan yang didakwakan penuntut umum terbukti, tetapi perbuatan itu bukan lagi suatu tindak pidana," ucap majelis.

Pertimbangan dan vonis senada juga dijatuhkan terhadap Jos Endang Royeniwati. Atas putusan ini, JPU Sri Hartati dan Agam yang diwakili oleh penggantinya menyatakan pikir-pikir untuk mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung (MA) atau tidak.

Nasib pensiunan
Perkara ini semula menimpa 15 orang pensiunan PT PAP I yang mengajukan kepemilikan rumah dinas yang sudah menempati rumah dinas selama puluhan tahun. Namun satu orang akhirnya berdamai dengan PT AP I dan bersedia hengkang dari Komplek Perhubungan Cempaka Putih.

Adapun 14 orang yang dimaksud adalah Noerodi Sidik, Puji Harjoko, Aziz Situmorang, Kunto Prastowo, Surachman, Wulang Kupiyotomo, Darmaji, Hartoyo Indria Asmara, Marchan (Janda), IGP Mustike, Dana Dalimonte, Jos Endang Rum Royeniwati (janda), Edmon dan Putranto.

Selain Putranto dan Jos Endang, putusan lepas juga sudah diterima oleh Noeroedi Sidik, Puji Harjoko dan Hartoyo dalam putusan sela di PN Jakpus. Kasus mereka saat ini menunggu putusan banding di Pengadilan Tinggi DKI. Sementara Noerodi Sidik belum lama ini putusannya dikuatkan di tingkat banding.

"Saya berharap semuanya bisa dilepaskan dari segala tuntutan," ujar Noerodi Sidik yang ditemui di PN Jakpus.

Sedianya putusan hari ini direncakan juga untuk Edmon tetapi ditunda hingga Kamis (24/5). Di hari itu majelis juga akan membacakan putusan terhadap Munawaroh.

Kuasa hukum terdakwa, Rommy Leo, mengatakan pertimbangan majelis sudah tepat. Sebab, tidak mungkin terdakwa dihukum atas perbuatan yang tak bisa dipidanakan.

"Karena UU yang baru tidak lagi dinyatakan pidana dan terdakwa berhak mendapatkan rehabilitasi," ucap Rommy.

Dalam perkara ini tujuh terdakwa sudah mendapatkan proses hukum di pengadilan. Sementara tujuh lainnya, kasusnya masih di tingkat penyidikan kepolisian.

Ke-15 orang tersebut sudah menempati rumah dinas puluhan tahun sejak 1991 berdasarkan Surat Penetapan Direksi PT Angkasa Pura I. Sebelum pensiun, sekitar tahun 2002 hingga 2003 beberapa penghuni rumah dinas mengajukan permohonan untuk membeli rumah itu.

Permohonan pun disambut baik Direktur PT Angkasa Pura I, Bambang Darwoto. Pada 2006, Bambang mengeluarkan surat AP.I.4208/TK.004.3/2006/DU-B kepada Menteri Negara BUMN untuk memproses izin pembelian rumah dinas tersebut.

Namun, Menteri Negara BUMN tidak memberikan tanggapan hingga saat ini. Pada 2009, tiba-tiba ke-15 orang ini diusir oleh Direksi PT Angkasa Pura I untuk meninggalkan rumah dinas. Dasar pengusirannya disebutkan, adanya ketentuan SK Nomor 599 Tahun 1990 tertanggal 25 Juni 1990, bahwa enam bulan setelah pensiun, rumah dinas harus dikosongkan.

Direksi pun mengeluarkan peringatan hingga ketiga kalinya. Kompensasi memang ditawarkan sebesar Rp50 juta. Tapi, nilai itu tak sebanding dengan harga tanah dan rumah di wilayah tersebut yang rata-rata setara dengan Rp2,5 miliar. Akhirnya Sidik Cs memilih bertahan.

Pada Maret 2010, para pensiunan dilaporkan ke Polres Jakarta Pusat. Selain itu, berbagai teror melalui preman juga dirasakan mereka. Satu orang akhirnya menyerah dan rela pindah dari lokasi itu.

Pengusiran ini dilatarbelakangi perjanjian PT AP I dengan PT Duta Paramindo Sejahtera soal jual beli tanah seluas 129.216 m2 di dekat wilayah rumah dinas itu. Ke-15 rumah milik pensiunan, bahkan tujuh rumah pegawai aktif masuk dalam perjanjian.

"Terkait dengan upaya pensiunan ini mendapatkan hak perumahannya itu masih berlangsung upaya hukum baik secara PTUN maupun perdata," tuntas Rommy.

Sumber: http://gresnews.com/berita/hukum/1813145-dijerat-uu-usang-pensiunan-angkasa-pura-i-diselamatkan-uu-pkp