Halaman

Sabtu, 28 April 2012

Kronologis Kejadian Perkara

Untuk bahan pertimbangan Majelis Hakim Yang Mulia, saya sampaikan Kronologis Kejadian Perkara berawal keinginan pensiunan penghuni rumah dinas untuk membeli sebagai berikut :

1.
Tahun 1992 : Rumah Komplek Perhubungan Udara di Blok A,B dan C dibeli oleh para penghuninya
2.
Tahun 2002 : Permohonan penghuni untuk membeli rumah Blok D
sesuai peraturan perumahan yang memungkinkan untuk pembelian (Keputusan Menkeu No.89/KMK.013/1991 dan Instruksi Menteri BUMN No.02/M.MBU/2002)
3.
Tahun 2006 : Direksi PT Angkasa Pura 1 menyetujui permohonan penghuni untuk  membeli rumah dinas terbukti telah  memproses pembelian rumah dinas tersebut  dengan suratnya No.AP l.4208/TK.00.4.3/2006/DU-B tanggal 14 Desember 2006 perihal          Permohonan pembelian Rumah Dinas kepada Meneg BUMN
4.
Tahun 2009 : bulan Juli, Agustus,September Direksi PT Angkasa Pura l mengeluarkan Surat Perintah (SP) l, ll dan lll agar pensiunan  segera
mengosongkan rumah dinas
4.
Tahun  2009   : bulan Agustus, pensiunan gugat ke PTUN perkara No  132/G/2009 untuk menggugat sah tidaknya SPl, II dan III.

5.
Tahun 2009 : bulan Oktober :   Direksi AP l menandatangani Akte Perjanjian Penyerahan Penggunaan Tanah dengan Hak Pengelolaan yang dikuasai oleh PT. Angkasa Pura l seluas lebih kurang 129.216 M2 yang terletak  di jalan Pramukasari, Kelurahan Rawasari, Kecamatan Cempaka Putih, Jakarta Pusat, yang akan digunakan untuk Pembangunan Rumah Susun Sederhana Milik (Rusunami) antara PT. Angasa Pura l dengan PT. Duta Paramindo Sejahtera (PT. DPS). Akta No : 26 tanggal 21 Oktober 2009 dengan nama : ”dGREEN PRAMUKA RESIDENCES” JL Jenderal A. Yani Kav 49 Jakarta Pusat 10570. masih satu lahan dengan Komplek Perhubungan Udara Blok D yang dihuni 15 pensiunan Angkasa Pura l
6.
Tahun 2010 : bulan Maret : dengan dimulainya pembangunan Apartement dGreen Pramuka Residences ini, Direksi AP l melaporkan pidana 15 pensiunannya ke Polisi  yaitu  ke Polres Jakarta Pusat, ditandatangani oleh Imam Pramono atas perintah Bambang Darwoto (kesaksian Imam Pramono di BAP Polisi) 
7.
Tahun 2010 : bulan Juli : Karena dipidanakan Para Pensiun menggugat    
perkara perdata ke PNJP untuk dapat  membeli rumah dinas
8.
Tahun 2011 : bulan Januari UU No 4 Tahun 1992 dicabut dan diganti Dengan UU No 1 Tahun 2011 berlaku per 12 Januari 2011, UU yang Baru ini , tidak lagi menetapkan sebagai tindak pidana.
9.
Tahun 2011 : bulan Mei Jaksa Penuntut Umum merekonstruksi Surat Dakwaan dengan mengacu pada UU No 4 Tahun. 1992  yang sudah tidak berlaku.
10.
Tahun 2011 : bulan September pensiunan  mendapat Surat Panggilan Terdakwa untuk disidang pada tanggal 15 September 2011
11.
Tahun 2011 : bulan Oktober pensiunan  melalui Penasehat Hukum LBH mengajukan  Eksepsi karena Surat Dakwaan menggunakan UU yang sudah tidak berlaku/dicabut, eksepsi tidak diterima, perkara dilanjutkan
12.
Tahun 2012 : Februari-April : berlangsung sidang perkara pidana  sampai sekarang.- pensiunan penghuni rumah dinas dikriminalkan

Sumber: http://rumahdinasangkasapura1.blogspot.com/2012/04/kronologis-kejadian-perkara.html

Jumat, 20 April 2012

ANGGAP KRIMINALISASI JANDA PENSIUNAN Pensiunan Angkasa Pura Berdemo di PN Jakpus

Puluhan orang pensiunan PT. Angkasa Pura I, Rabu (28/3), berdemo di depan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Demo yang yang dilakukan tersebut, sebagai rasa simpatisan kepada Munawaroh Marchan (62), seorang janda pensiunan PT.Angkasa Pura (AP) yang akan menghadapi sidang pembacaan surat tuntutan terkait kasus penghunian rumah negara yang melilitnya. 

ARFANDI TANJUNG

Sebagaimana diketahui, dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Roland dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta pusat, Munawaroh dijerat dengan pasal 12 ayat (1) jo pasal 36 ayat (4) UU No: 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pe­mukiman. Padahal, menurut pena­sehat hukurn Munawaroh dari Lem­baga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Arif Maulana, SH, dan Sidik, SH, bahwa UU No: 4 tahun 1992, yang didakwakan kepada Munawaroh, sudah tidak berlaku lagi setelah di­undangkannya UU No: 1 Tahun 2011 tentang Per-umahan dan Ka­wasan Permukiman.

Menurut kedua penasehat hu­kum, peristiwa dalam kasus ini me­ngingatkan kita pada kasus serupa dua tahun lalu. Yakni, kriminalisasi yang menimpa janda pahlawan (Soetarti Soekarno, Roesmini, dan Timoria Manur-ung), yang mana Para istri pensiunan Perum Pegadaian ini diancam hukuman karena mengu­sahakan peralihan hak atas rumah dinas yang ditempati melalui permo­honan pembelian.

'Terulangnya kasus ini menujukan bahwa ada yang salah dalam pe­negakan hukum di Indonesia, khusus­nya ter-kait rumah negara," ujar Aiff Maulana di halaman PN Jakarta Pusat

Sementara menurut Ir.Noerodi Sidik, selaku Koordinator Pensiunan PT. AP, Munawaroh adalah satu dari 14 orang pensiunan PT. AP yang menjadi korban kriminalisasi karena menghuni rumah negara dengan je­rat pasal yang sama, pasal yang su­dah kadaluarsa dan tidak berlaku.

13 orang lagi pensiunan PT. AP ter-sebut, Noerodi menjelaskan, yak­ni Edmon Ral, Noerodi Sidik, Harto­yo, Putranto Hardan, Pudji Harjoko, Danas Dalimonte, Darmadji, Wu­lang K, Kunto Prastowo, Surach­man, Aziz Sitomorang, Ny. IG.P Mustika, dan Ny. Yos Sudaryanto.

Mereka hendak memperjuang­kan hak atas rumah dengan meng­upayakan pengalihan hak atas ru­mah negara yang mereka huni se­lama berdinas di Angkasa Pura I melalui mekanisme pembelian hak atas rumah dijamin oleh konstitusi pasal 28H ayat 1. Dan permohonan pengajuan sudah dilayangkan, PT AP I pun telah menyetujui dengan mengajukan permohonan pengali­han hak ke Kementerian BUMN ta­hun 2006.

Belurn mendapat jawaban, akan tetapi para pensiunan justru dipida­nakan oleh PT AP I sendiri setelah sebelumnya mendapat Surat Peri­ngatan (SP) pengosongan rumah. Tindakan PT AP I yang bertolak be­lakang tersebut, memaksa para pensiunan mengajukan gugatan perdata dan PTUN,

Noerodi mengungkapkan, rnes­kipun pasal yang digunakan untuk mendakwa para pensiunan PT AP I sudah kadaluarsa saat ini, proses hukum pidana terhadap ke 14 pen­siunan masih terus berjaIan dan ber­kas perkara mereka masing-ma­sing displit atau dipisahkan.

Proses hukum para pensiunan PT. AP I tersebut berbeda-beda. Yak­ni, tujuh (7) kasus telah bergulir di pengadilan, satu (1) berkas perkara pensiunan masih di Kejaksaan Ne­geri Jakarta Pusat, dan enam (6) berkas kasus masih terhenti di ke­polisian. Tiga (3) kasus telah diputus oleh hakim, namun belum berke­kuatan hukum tetap karena JPU mengajukan banding.

Proses hukum pidana terhadap para pensiunan PT AP I ini adalah kriminalisasi yang mengada-ada dan sengaja dipaksakan, Menurut­nya, kasus ini sungguh mencederai rasa keadilan yang hidup di masya­rakat, karena JPU bersikukuh untuk mendakwa para pensiunan tersebut dengan UU yang sudah tidak ber­laku.


Ayo pak semangat terus


Bapak –bapak sedang memperjuangkan keadilan

 
Ibu –ibu semangat dan selamat berjuang.


Ayo bu orasi terus biar masyarakat tahu ada pengadilan badut.

Sumber: Intel Media Hukum (Edisi No. 20 Tahun II/6 - 20 April 2012 . 16 Halaman)

Sabtu, 14 April 2012

Marzuki Alie: Rumah Dinas DPR Sebaiknya Dijual

Liputan6.com, Jakarta
14/04/2012 12:29

Kristian Ginting

Marzuki Alie Ketua DPR, Marzuki Alie mengatakan, pimpinan DPR sudah mengevaluasi dan menyarankan sebaiknya rumah jabatan anggota Dewan sebaiknya dikembalikan ke negara atau dijual.

Sebab, kata Marzuki, mayoritas rumah dinas itu tidak ditempati oleh anggota Dewan. "Jangan lihat dari angka sewa dan pemeliharaannya, tapi lihat berapa uang yang tertanam dalam membangun rumah itu," kata Marzuki di DPR, Jakarta, Jumat (13/4). Menurut Marzuki, uang yang dikeluarkan untuk memelihara rumah dinas itu terbilang cukup mahal. Setiap lima tahun ratusan miliaran rupiah dikeluarkan untuk melakukan renovasi. Belum lagi biaya biaya tahunannya. "Pimpinan sepakat dikembalikan ke negara," katanya.

Kepada anggota Dewan, kata Marzuki diberikan saja uang tunjangan untuk sewa rumah atau beli. Dulu nilainya sebesar Rp15 juta per bulan. Dibandingkan dengan rumah dinas itu, tidak ditempati dan tidak bermanfaat.
"Akan kita bicarakan dengan pemerintah. Periode ini terakhir, periode depan enggak usah lagi menunggu, dikembalikan saja. Uangnya triliunan bisa masuk sebagai pendapatan negara," katanya. (ARI)

Sumber: liputan6.com

Jumat, 13 April 2012

Rumah dinas DPR diusulkan dihapus

Jum'at, 13 April 2012 17:04 wib

Sindonews.com - Anggaran yang dialokasikan untuk pemeliharaan rutin rumah dinas (rumdin) atau rumah jabatan anggota (RJA) anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) cukup fantastis. Tahun 2012 ini, telah dianggarkan dana senilai Rp98,02 miliar untuk renovasi rumdin itu.

Ironisnya, kebanyakan rumdin yang terletak di dua lokasi, yakni Kalibata dan Ulujami, Jakarta Selatan, tidak dihuni para anggota dewan.

Melihat kondisi itu Ketua DPR Marzuki Alie menyarankan supaya RJA itu di kembalikan ke negara saja daripada tidak digunakan. Bahkan lebih baik dijual, supaya bisa dimanfaatkan untuk kepentingan lain.

"Soal RJA ini, pimpinan sudah mengevaluasi, dan memang sebaiknya RJA ini dikembalikan kepada negara saja," ujar Marzuki kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (13/4/2012).

Usulan itu, juga disepakati oleh pimpinan DPR lainnya. Anggota dewan lebih baik diberi fasilitas lain sebagai kompensasi pengembalian RJA kepada negara.
"Setelah rumah itu dikembalikan, selanjutnya, anggota dewan diberikan uang tunjangan saja, terserah nanti mau sewa rumah atau beli rumah sendiri," jelasnya.
Dalam hal ini pihaknya akan berkordinasi dengan pemerintah supaya diambil langkah lebih konkret lagi. "Daripada tidak digunakan, tidak bermanfaat, kerusakan juga makin cepat kalau enggak ditunggu. Akan kami bicarakan dengan pemerintah soal ini," jelasnya.
Jika nantinya RJA dijual, keuntungannya akan lebih besar. "Uangnya triliunan bisa masuk sebagai pendapatan negara. Kalau dijual dan dideposito, itu bisa membayar tunjangan perumahan. Kalau diusahakan bisa saja untuk bayar gaji DPR," tukasnya lagi.(lin)

Sumber: sindonews.com

Marzuki Minta Rumah Dinas Anggota DPR Dijual

Sandro Gatra | Heru Margianto | Jumat, 13 April 2012 | 15:17 WIB

KOMPAS/HENDRA A SETYAWANKetua DPR Marzuki Alie.

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Marzuki Alie mengatakan, pemerintah sebaiknya menjual rumah jabatan anggota (RJA) untuk anggota Dewan. Pasalnya, menurut Marzuki, RJA malah membebani keuangan negara setiap tahun.

"Kalau saya, mending dijual aja. Daripada dinikmati juga enggak, tapi biaya pemeliharaan besar dan membebani APBN," kata Marzuki di Gedung Kompleks Parlemen Senayan, Jumat ( 13/4/2012 ).

Marzuki dimintai tanggapan tingginya angka pemeliharaan RJA di kawasan Kalibata dan Ulujami setiap tahun. Setidaknya, biaya pemiliharaan RJA dan wisma peristirahatan DPR di Cikopo di tahun 2012 (setelah dipotong) sebesar Rp 48 miliar. Sebelumnya, dianggarkan sebesar Rp 101 miliar.

Marzuki mengatakan, pimpinan DPR sepakat agar RJA dikembalikan ke negara karena banyak rumah yang tidak ditempati. Namun, negara tetap harus mengeluarkan dana untuk pemeliharaan, keamanan, dan biaya lainnya. Belum lagi biaya renovasi setiap lima tahun.

"Kerusakan akan semakin cepat kalau tidak ditunggu. Kita akan bicarakan itu dengan pemerintah. Alangkah baiknya periode ini terkahir. Periode anggota Dewan ke depan diharapkan dijual aja. Harga sekarang, (RJA) itu sudah bisa triliunan rupiah karena di tengah kota. Lebih baik uangnya dideposito," kata Marzuki.

Menurut politisi Partai Demokrat itu, sebaiknya anggota Dewan diberikan tunjangan tempat tinggal setiap bulan. Anggota diberi kebebasan untuk memilih tempat tinggal. Dana untuk tunjangan, kata dia, lebih rendah dibanding seluruh anggaran untuk RJA.

Sumber: kompas.com

Minggu, 01 April 2012

Pensiunan Penghuni Rumah Negara Angkasa Pura I Dikriminalisasi

Jakarta, SNP

Pengadilan kasus krimi­nalisasi penghuni rumah negara kembali terulang, kali ini menimpa para pensiunan PT. Angkasa Pura I yang rata­-rata telah berusia senja. mereka adalah Edmon RAL, Noerodi Sidik, Hartoyo, Pu­tranto Hardan, Pudji Harjo­ko, Danas Dalimonte, Darm­adji, Wulang K, Kunto Prasto­wo, Surachman, Azis Sitomo­rang, Ny. IGP. Mustika, Ny. Yos Sudaryanto, dan Mu­nawaroh di usia pensiun

Mereka dipaksa berhada­pan dengan pengadilan kare­na memperjuangkan hak atas tempat tinggal dengan men­gupayakan peralihan hak atas rumah dinas meialui permo­honan pembelian rumah di­nas yang ditempati.

Upaya tersebut bukan tanpa dasar, mengingat per­mohonan itu sudah disetujui Direksi dan telah diproses sampai dengan kementrian BUMN. Namun sampai saat ini masih menunggu jawa­ban, dalam masa tunggu tersebut, para pensiunan PT Angkasa Pura I justru di­laporkan pidana, anehnya, mereka dilaporkan sendiri oleh PT Angkasa Pura I, pe­rusahaan yang telah mem­berikan rekomendasi untuk mengajukan permohonan ke Menteri BUMN, setelah tiga kali mendapat surat peringa­tan (SP) pengosongan rumah, atas SK tersebut para pensi­unan mengajukan gugatan perdata dan PTUN.

Sampai saat ini proses pi­dana terhadap Ke 14 pensi­unan terus berjalan. kasus tersebut dipisah (displit) aki­batnya proses hukumnya ber­beda beda, 7 kasus telah ber­gulir. Di pengadilan, 1 berkas masih di kejaksaan negeri Jakarta pusat, sementara 6 berkas masih terhenti di kepolisian. tiga kasus telah di putus oleh Hakim namun be­lum berkekuatan hukum tetap karena jaksa penuntut umum mengajukan banding.

3 kasus dalam proses pe­meriksaan saksi, 1 kasus dalam pembacaan tuntutan di pengdilan negeri Jakarta pusat oleh jaksa .Agus Saridewi namun sidang di tunda oleh Majelis Hakim Ji­had Arkanuddin, SH, MH. Karena JPU belum siap den­gan tuntutannya.

Yang memprihatinkan dalam kasus ini adalah dak­waan dialamatkan kepada para pensiunan PT, Angkasa Pura I berdasarkan pada Un­dang-Undang yang sudah tidak berlaku. mereka diancam dengan pasal 12 ayat (1) jo pasa 36 ayat (4) UU No, 4 tahun 1992 tentang peruma­han dan pemukiman yang sudah tidak berlaku setelah di undangkannya UU No. 1 tahun 2011 tentang peruma­han. Pemukiman pasal 12 ayat (1) jo pasal 36 ayat (4) UU No 4 tahun 1992 tentang perumahan dan pemukiman menyebutkan bahwa: peng­huni rumah oleh bukan pemi­lik hanya sah apabila ada per­setujuan atau ijin pemilik, se­tiap orang atau badan dengan sengaja melanggar ketentuan dalam pasal 12 ayat (1) dipi­dana dengan penjara selama lamanya 2 (dua) tahun dan/ atau dengan setinggi tinggi­nya Rp20 jt

" pasal 166 UU No, 1 tahun 2011 menegaskan, pada saat Undang-undang ini mulai ber­laku Undang-undang No 4 tahun 1992 tentang perumah­an dan pemukiman dicabut dan dinyatakan tidak berlaku" doktrin hukum menegaskan undang-undang yang baru mengesampingkan undang­-undang yang lama dan menu­rut asas legalitas sebagaimana diatur dalam pasal 1 ayat (2) KUHP bilamana ada perubah­an dalam perundang-undan­gan sesudah perbuatan dilaku­kan, maka terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang pal­ing menguntungkan. dalam UU No 1 tahun 2011, tindakan para pensiunan bukanlah ter­golong tindak pidana lagi, oleh karena keliru jika proses pi­dana ini terus berlanjut. Hal tersebut disampaikan Arif Maulana SH, MH/ pengcara publik LBH Jakarta, Sidik, SHI/pengcara Publik LBH Jakarta dan Ir, Noerodi Sidik / Koordinator Pensiunan PT Angkasa Pura I. di pengadilan negeri Jakarta pusat. . BBG

Sumber: Swara Nasional (Edisi 416. THN XI 26 Maret - 1 April 2012)