PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN PEMERlNTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 31 TAHUN 2005
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERlNTAH
NOMOR 40 TAHUN 1994 TENTANG RUMAH NEGARA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
RESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbanga : a. bahwa ketentuan mengenai pengadaan, penghunian,
pengelolaan,pengalihan status dan pengalihan hak rumah yang dikuasai
Negara yang diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun
1994 tentang Rumah Negara sebagai pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman sudah tidak
sesuai lagi dengan perkembangan saat ini;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut perlu mengubah Peraturan
Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994 tentang Rumah Negara.
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 72 Tahun 1957 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 19 Tahun 1955 tentang Penjualan Rumah-rumah Negeri kepada Pegawai Negeri sebagai Undang-Undang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1957 Nomor 158,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 870 );
3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan
Permukiman ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992
Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3469 ).
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN
PEMERINTAH NOMOR 40 TAHUN 1994 TENTANG RUMAH NEGARA.
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994
tentang Rumah Negara ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994
Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 3573)
diubah sebagai berikut:
1. Di antara ayat (2) dan ayat (3), ayat (3) dan ayat (4) disisipkan 2 ayat
yakni ayat (2a) dan ayat (3a) sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal 12
(1) Untuk menentukan golongan rumah negara dilakukan penetapan
status rumah negara sebagai Rumah Negara Golongan I, Rumah
Negara Golongan II, dan Rumah Negara Golongan III;
(2)
Penetapan status Rumah Negara Golongan I dan Rumah Negara
Golongan II sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh
pimpinan instansi yang bersangkutan;
(2a)
Setiap pimpinan instansi wajib menetapkan status rumah negara yang
berada dibawah kewenangannya menjadi Rumah Negara Golongan I
atau Rumah Negara Golongan II;
(3)
Penetapan status Rumah Negara Golongan III sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Menteri;
(3a)
Rumah negara yang mempunyai fungsi seeara langsung melayani
atau terletak dalam lingkungan suatu kantor instansi, rumah sakit,
sekolah, perguruan tinggi, pelabuhan udara, pelabuhan laut dan
laboratorium/balai penelitian ditetapkan menjadi Rumah Negara
Golongan I
(4)
Tata cara penetapan status sebagaimana dimaksud dalam ayat (I)
diatur dengan Peraturan Presiden.
2. Ketentuan Pasal 15 ayat (3) diubah dan diantara ayat (3) dan ayat (4),
ayat (4) dan ayat (5) Pasal 15 disisipkan 2 ayat yakni ayat (3a) dan ayat
(4a) sehingga Pasal 15 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 15
(1) Rumah negara yang dapat dialihkan statusnya hanya Rumah Negara
Golongan II menjadi Rumah Negara Golongan III.
(2) Rumah Negara Golongan II dapat ditetapkan statusnya menjadi
Rumah Negara Golongan I untuk memenuhi kebutuhan Rumah
Jabatan
(3) Rumah Negara Golongan II yang berfungsi sebagai mess/asrama sipil
dan ABRI tidak dapat dialihkan statusnya menjadi Rumah Negara
Golongan III.
(3a) Rumah Negara Golongan I yang golongannya tidak scsuai lagi karena
adanya perubahan organisasi atau sudah tidak memenuhi fungsi yang
ditetapkan semula, dapat diubah status golongannya menjadi Rumah
Negara Golongan II setelah mendapat pertimbangan Menteri;
(4) Rumah Negara Golongan II yang akan dialihkan statusnya menjadi
Rumah Negara Golongan III sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
yang berdiri di atas tanah pihak lain, hanya dapat dialihkan status
golongannya dari golongan II menjadi golongan III setelah mendapat
izin dari pemegang hak atas tanah;
(4a) Pengalihan status rumah negara yang berbentuk rumah susun dari
golongan II menjadi golongan III dilakukan untuk satu blok rumah
susun yang status tanahnya sudah ditetapkan sesuai ketentuan yang
berlaku;
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengalihan status sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), (2), (3), (3a), (4), dan (4a) diatur dengan
Peraturan Presiden.
3. Di antara ayat (4) dan ayat (5) Pasal 16 disisipkan 1 (satu) ayat yakni
ayat (4a) sehingga Pasal 16 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 16
(1) Rumah negara yang dapat dialihkan haknya adalah Rumah Negara
Golongan III.
(2) Rumah Negara Golongan III sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
beserta atau tidak beserta tanahnya hanya dapat dialihkan haknya
kepada penghuni atas permohonan penghuni.
(3) Rumah Negara Golongan III sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
yang berada dalam sengketa tidak dapat dialihkan haknya.
(4) Suami dan isteri yang masing-masing mendapat izin untuk menghuni
rumah negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2),
pengalihan hak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat
diberikan kepada salah satu dari suami dan isteri yang bersangkutan.
(4a) Pegawai negeri dan/atau pejabat negara yang telah memperoleh
rumah dan/atau tanah dari negara, tidak dapat lagi mengajukan
permohonan pengalihan hak atas rumah negara;
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengalihan hak rumah negara
tersebut pad a ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.
4. Ketentuan Pasal 17 ayat (1) angka 1 huruf c, angka 2 huruf c, angka 3
huruf c, angka 4 huruf c, angka 5 huruf c diubah dan setelah ayat (2)
ditambahkan 1 (satu) ayat yakni ayat (3) sehingga Pasal 17 berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 17
(1) Penghuni Rumah Negara Golongan III yang dapat mengajukan
permohonan pengalihan hak harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut :
1. Pegawai Negeri :
a. mempunyai masa kerja sekurang-kurangnya 10 (sepuluh)
tahun;
b. memiliki Surat Izin Penghunian yang sah;
c. belum pernah membeli atau memperoleh fasilitas rumah
dan/atau tanah dari Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
2. Pensiunan pegawai negeri :
a. menerima pensiun dari Negara
b. memiliki Surat Izin Penghunian yang sah
c. belum pemah membeli atau memperoleh fasilitas rumah
dan/atau tanah clari Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Janda/duda pegawai negeri :
a. masih berhak menerima tunjangan pensiun dari Negara, yang :
1. almarhum suaminya/isterinya sekurang-kurangnya
mempunyai masa kerja 10 (sepuluh) tahun pada Negara,
atau
2. masa kerja almarhum suaminya/isterinya ditambah dengan
jangka waktu sejak yang bersangkutan menjadi janda/duda
berjumlah sekurang-kurangnya10 (sepuluh) tahun
b. memiliki Surat Izin Penghunian yang sah;
c. belum pemah membeli atau memperoleh fasilitas rumah
dan/atau tanah dari Negara berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
4. Janda/duda pahlawan, yang suaminya/isterinya dinyatakan sebagai
pahlawan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku :
a. masih berhak menerima tunjangan pensiun dari Negara;
b. memiliki Surat Izin Penghunian yang sah;
c. belum pernah membeli atau memperoleh fasilitas rumah
dan/atau tanah dari Negara berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
5. Pejabat negara, janda/duda pejabat negara :
a. masih berhak menerima tunjangan pensiun dari Negara;
b. memiliki Surat Izin Penghunian yang sah;
c. belum pernah membeli atau memperoleh fasilitas rurnah
dan/atau tanah dari Negara berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(2) Apabila penghuni rumah negara sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) meninggal dunia, maka pengajuan permohonan pengalihan hak
atas rumah negara dapat diajukan oleh anak sah dari penghuni yang
bersangkutan;
(3) Apabila pegawai/penghuni yang bersangkutan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) meninggal dan tidak mempunyai anak sah, maka
rumah negara kembali ke Negara.
Ketentuan Pasal 19 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal 19
(1) Penghuni dalam yang dalam proses sewa bell sebagaimana dimaksud
dalamPasal 18 disebabkan dari kewajiban pembayaran sewa beli
rumah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a;
(2) Penghunian atas rumah negara yang dalam proses sewa beli
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diserahkan sebagian
atau seluruhnya kepada pihak lain oleh penghuni setelah mendapat
izin Menteri
Pasal 20
Ketentuan Pasal 20 ayat (3) diubah dan ditambah 1 (satu) ayat, yakni ayat
(3a) sehingga Pasal 20 berbunyi sebagai berikut :
(1) Taksiran harga Rumah Negara Golongan III berpedoman pada nilai
biaya yang digunakan untuk membangun rumah yang bersangkutan
pada waktu penaksiran dikurangi penyusutan menurut umur
bangunan.
(2) Penetapan taksiran harga tanah berpedoman pada Nilai Jual Obyek
Pajak pada waktu penaksiran.
(3) Harga Rumah Negara Golongan III beserta atau tidak beserta
tanahnya dan rumah susun beserta tanahnya ditetapkan oleh Menteri
berdasarkan harga taksiran dan penilaian yang dilakukan oleh panitia
yang dibentuk Menteri.
(3a) Penetapan harga rumah negara yang berbentuk rumah susun dan
ganti rugi atas tanahnya ditetapkan berpedoman pada Nilai
Perbandingan Proporsional ( NPP ) terhadap harga taksiran tanah dan
bangunan;
Pasal 21
Ket.entuan Pasal 21 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
(1) Harga Rumah Negara Golongan III sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 20 ayat (3) ditetapkan sebesar 50 % ( limapuluh perseratus )
dari harga taksiran dan penilaian yang dilakukan oleh panitia
berdasarkan standar tipe dan kelas bangunan serta pangkat dan
golongan pegawai negeri;
(2) Harga Rumah Negara Golongan III yang tidak sesuai dengan standar
tipe dan kelas bangunan, pangkat dan golongan pegawai negeri diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.
Pasal II
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 20 Juli 2005
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggaI 20 Juli 2005
MENTERI SEKRETARIS NEGARA
Selaku
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI
MANUSIA
AD INTERIM,
ttd
YUSRIL IHZA MAHENDRA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2005 NOMOR 64
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT NEGARA RI
Kepala Biro Tata Usaha,
Sugiri, SH
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 31 TAHUN 2005
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR 40 TAHUN 1994 TENTANG RUMAH NEGARA
I. UMUM
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994 tentang Rumah Negara
mengatur mengenai pengadaan, penghunian, pengelolaan dan pengalihan
status dan hak atas rumah negara sebagai pelaksanaan dari Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman.
Dalam Peraturan Pemerintah tersebut diatur mengenai pemberian fasilitas
berupa rumah bagi pegawai negeri dan pejabat negara selama yang
bersangkutan masih berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat pemerintah
atau pejabat negara.
Pengelolaan, pengalihan status dan hak atas rumah yang dikuasai oleh
negara berdasarkan peraturan pemerintah tersebut ternyata belum berjalan
sebagaimana mestinya, beberapa permasalahan masih muncul antara
penghuni dan instansi diakibatkan belum lengkapnya aturan pengelolaannya,
sehubungan dengan hal tersebut perlu dilakukan penyempurnaan atas
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994.
Dalam melaksanakan kesinambungan pemenuhan kebutuhan rumah negara
terhadap pegawai negeri maka pelaksanaan atas Undang-Undang Nomor 72
Tahun 1957 tentang Penjualan Rumah Negeri kepada pegawai negeri harus
memperhatikan statistik rumah negara yang ada pada departemen / lembaga.
Sehubungan dengan hal tersebut penjualan rumah negara harus dilakukan
secara selektif dan hasil penjualan rumah negara digunakan untuk
membangun kembali rumah baru bagi pegawai negeri.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal I
Angka 1.
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup Jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan pimpinan instansi yang.bersangkutan adalah Menteri,
Ketua Lembaga Tertinggi dan Tinggi Negara, Ketua Lembaga Departemen /
Non Departemen yang setingkat dengan Menteri.
Ayat (2a)
Cukup Jelas.
Ayat (3)
Cukup Jelas.
Ayat (3a)
Rumah negara yang mempunyai fungsi secara langsung melayani atau
terletak dalam lingkungan suatu kantor instansi, rumah sakit, sekolah,
perguruan tinggi, pelabuhan udara, pelabuhan laut, dan laboratorium/balai
penelitian yang sudah ditetapkan menjadi golongan II sebelum adanya
Peraturan Pemerintah ini harus ditetapkan menjadi Rumah Negara Golongan
I.
Ayat (4)
Cukup Jelas.
Angka 2
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas.
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (3a)
a. Yang dimaksud perubahan organisasi penggabungan atau
perubahan instansi/departemen.
b. Yang dimaksud sudah tidak memenuhi fungsi semula adalah
rumah jabatan yang tidak lagi menunjang pelaksanaan tugas
jabatan seperti rumah jabatan struktural, penjaga pintu kereta api;
piintu air, sekolah, puskesmas, dan balai yang tidak berfungsi lagi.
c. Yang dimaksud Rumah Negara Golongan II, termasuk yang
berfungsi sebagai mess/asrama.
Ayat (4)
Izin dan pemegang hak atas tanah tidak otomatis merupakan
persetujuan pelepasan hak atas tanah tersebut.
Ayat (4a)
Pengalihan status rumah negara dalam bentuk rumah susun harus
dilakukan sekaligus dalam satu blok, hal ini dimaksudkan agar
mempermudah dalam menghitung nilai perbandingan proporsional yang
akan menjadi dasar pertimbangan dalam menentukan besamya nilai sewa
beli yang harus dibayar
Yang dimaksud dengan status tanahnya sudah ditetapkan adalah :
a. Status hak atas tanahnya sudah ditetapkan sesuai ketentuan
perundang-undangan, seperti sertifikat hak pakai;
b. Dalam hal tanah tersebut belum bersertifikat, maka harus dibuat surat
pemyataan kepemilikan tanah yang ditetapkan oleh instansi dan
tercatat dalam inventarisasi barang milik negara.
Ayat (5)
Cukup Jelas.
Angka 3
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup Jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan pengalihan hak atas rumah tanpa tanah adalah
rumah milik instansi yang bersangkutan sedangkan tanah milik pihak ketiga
dalam hal ini, pengalihan haknya mengacu Pasal 15 ayat (4) beserta
penjelasannya.
Ayat (3)
Sengketa yang dimaksud misalnya :
c. a. Sengketa penghunian;
d. Sengketa mengenai batas tanah;
e. Kesalahan administrasi dan atau teknis pada saat pengusulan
pengalihan hak dari instansi yang bersangkutan.
Ayat (4)
Cukup Jelas.
Ayat (4a)
Cukup Jelas.
Ayat (5)
Cukup Jelas.
Angka 4
Pasal 17
Ayat (1)
Angka I
Huruf a
Cukup Jelas.
Huruf b
Cukup Jelas.
Huruf c
Yang dimaksud belum pemah membeli atau memperoleh fasilitas rumah
dan/atau tanah dari negara adalah berdasarkan antara lain :
1. Undang-Undang Nomor 3 Prp Tahun 1960 jo. Peraturan Pemerintah
Nomor 223 Tahun 1961 tentang Penguasaan Benda-benda Tetap
Milik Perseorangan Warga Negara Belanda;
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
4355).
3. Peraturan Presidium Kabinet R.I. Nomor 2/Prk/1965tentang
Penjualan Rumah-rumah Milik Perusahaan Negara;
4. Peraturan Presidium Kabinet Dwikora R.I. Nomor 5/Prk/1965 tentang
Penegasan Status Rumah/Tanah Kepunyaan Badan Hukum Yang
Ditinggalkan Direksi/Pengurusnya;
5. Peraturan perundangan lainnya sepanjang mengenai rumah negara
yang masih berlaku dan tidak bertentangan dengan Peraturan
Pemerintah ini.'
Angka 2
Cukup Jelas.
Angka 3
Cukup Jelas.
Angka 4
Cukup Jelas.
Angka 5
Cukup Jelas.
Ayat (2)
Cukup Jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan anak sah adalah dan/atau anak angkat dari hasil
adopsi, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Angka 5
Pasal 19
Cukup Jelas.
Angka 6
Pasal 20
Cukup Jelas.
Angka 7
Pasal 21
Ayat (1)
Standar tipe dan kelas bangunan serta pangkat dan golongan
mengikuti ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri tentang
Pedoman Teknis Pembangunan Bangunau Gedung Negara.
Ayat (2)
Cukup Jelas.
Pasal II
Cukup Jelas (1)
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4515
Tidak ada komentar:
Posting Komentar